Monday, June 16, 2008

How To ... Choose A Wine


Mengenal wine tidak hanya dari label nama yang tertera pada botolnya, menghirup aromanya, dan mencicipi rasanya. Tapi pahami wine sebagai sesuatu yang hidup. Wine punya pesona yang kompleks, dengan kurva yang mirip dengan hidup manusia. Lahir, muda, dewasa, tua, kemudian mati.

Jenis-jenis Wine
Ada duo golongan besar dalam jenis wine, yaitu red wine dan white wine. Selebihnya adalah macam-macam variannya. Mengenai hal ini, Yohan Handoyo yang juga seorang wine writer, menjelaskan, "Jenis-jenis wine itu adalah: white wine, dan red wine. Selain itu ada juga rose, wine yang warnanya merah jambu. Lalu ada sweet wine, dan ada juga fourtyfive wine.

Fourtyfive wine ini adalah wine yang ditambahkan dengan minuman jenis spirit. Jadi, kadar alkoholnya lebih tinggi dari wine-wine yang biasa. Terakhir, ada jenis sparkling yaitu champagne."

Ada macam-macam warna dan karakter wine. Darimana datangnya warna dan aroma wine ini, ada beberapa hal yang dipaparkan Yohan, "Red wine adalah wine yang dibuat dari red grapes. Sedangkan white wine adalah wine yang dibuat dari jenis white grapes. Jadi memang beda. Jadi white wine tidak bisa dibuat menjadi red wine, tapi ada bahan red wine yang bisa digunakan untuk membuat white wine. Untuk red wine, kulit anggur don bijinya juga dicelupkan. Pada proses pembuatan, dia mengekstraksi warna. Maka dari proses inilah, red wine mendapatkan warna merahnya."

Wine terbaik adalah wine yang dibuat dari anggur dengan tingkat konsentrat terbaik dan tumbuh di wilayah 30 derajat s/d 50 derajat Lintang Utara, sampai 302 derajat s/d 50 derajat Lintang Selatan. Untuk setiap anggur yang tumbuh di tanah Perancis, punya kemampuan adaptasi yang berbeda jika anggur-anggur ini berada di tanah Amerika, atau pun di Italia. Karenanya, karakter tempat menjadi salah satu identitas wine yang tertera di label.

Ada peraturan yang mengikat untuk masalah identitas dan jenis anggur yang diproduksi. Yohan menjelaskan, "Identitasnya seringkali tertera di label botol Jika ingin mengenal wine lebih jauh, kita juga harus belajar tentang wine law. Itu mau tidal mau harus tahu. Karena dalan setiap negara, punya wine law yang berbeda. Saint Emilion (di Perancis) punya Applacione de Origine Controle. Shiraz (di Australia) juga punya yang namanya GI: Geographiccal Identity."

Bahan dasar anggur yang digunakan dalam memproduksi wine, haruslah jenis-jenis anggur yang tumbuh di St. Emilion saja. Tidak diperbolehkan untuk menggunakan anggur yang tumbuh di tempat lain (walaupun jenisnya sama). Hanya beberapa jenis anggur yang boleh tumbuh di sana. Prinsip dasar wine law ini juga berlaku untuk Geographiccal Identity di Australia. Oleh karena itu, nama tempat tumbuh jenis-jenis anggur ini menjadi nama wine yang tertera di label.

Kualitas Wine
Ada beberapa mitos yang melekat. Bahwa kualitas wine ditentukan harga dan aging (umur). Mahal sama dengan bagus. Bagus sama dengan enak. Makin tua berarti mahal, bagus, dan enak.

Untuk memaparkan kualitas, ada banyak sudut pandang yang bisa dipakai. Pada identitas di label botol, tertera nama jenis anggur yang dipakai dan darimana wine itu berasal, AOC atau GI (wine law), nama perusahaan produsen wine, dan dicantumkan pula tahun pembuatannya (vintage). Bagian ini adalah beberapa hal yang juga perlu diperhatikan pada saat kita mulai memilih wine. Dan bukan hanya melihat dari daftar harganya saja.

Menanggapi mitos-mitos tersebut, Yohan berpendapat, "Orang banyak memang masih berpikir, wine itu makin mahal makin bagus. Atau, makin tua umurnya, makin bagus. Faktanya, lebih dari 85% wine yang dijual sekarang itu harus diminum setelah tahun vintage-nya. Misalnya jika tahun vintage-nya 2003, maka lebih dari 85% wine harus diminum tahun 2004/2005. Jangan ditunggu terlalu lama, karena jika ditunggu terlalu lama, cita rasanya bisa flat. Pesonanya bisa hilang. Nah, kualitasnya juga ada macam-macam. Semakin spesifik, dianggap kualitasnya semakin bagus. Misalnya dalam wine law: AOC. Applacione Saint Emilion Controle itu lebih tinggi kualitasnya daripada Applacione Bordeaux Controle atau Applacione Bordeaux Superior Controle."

la pun membedakan definisi enak dan bagus. Enak menurutnya, belum tentu enak juga menurut orang lain. Rasa yang enak atau tidak enak, ini sudah menjadi urusan selera.

Tentang selera, biarkan berkembang menurut keinginan masing-masing individu. Lain halnya dengan sebutan: bagus. Bicara tentang bagus atau tidak bagusnya kualitas wine, adalah hal yang argumentatif.

"Wine yang kualitasnya bagus itu harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, dia harus kompleks. Dia harus punya complexity. Dia harus punya acidity, dia harus punya sweetness, tannin, dia harus punya fruit aroma, dan lain-lain.

Wine itu harus punya karakter. Di dalam wine itu ada tiga macam karakter. Pertama adalah primary character, yaitu karakter dari anggurnya itu sendiri. Yang kedua adalah secondary character, yaitu karakter yang muncul dari proses fermentasi. Terakhir, tertiery character.

Tertiery character ini adalah karakter yang muncul setelah wine itu disimpan dalam jangka waktu yang lama. Bisa muncul karakter kopi, mocca, bahkan yang wangi tembakau juga ada. Padahal tidak sedikit pun kopi, mocca, atau tembakau yang terlibat dalam proses pembuatannya. Untuk wine bagus yang bisa go on 10 s/d 50 tahun , dia punya secondary character, dia punya complexity, dia punya acidity, tannin, dan balance. Balance itu artinya tidak ada satu karakter pun yang mendominasi. Nah, wine yang kualitasnya biasaa-biasa raja, pada umumnya ini adalah jenis wine yang hanya kuat di primary character. Kalau kita minum, acidity-nya ada, rasa tannin-nya juga ada walaupun cuma sedikit, tapi cenderung lebih fruity. Dan jika disimpan 4 s/d 5 tahun, itu malah jadi flat. Nggak ada rasanya," ucap Yohan panjang lebar.

Chateau Margaux (dari Perancis), Paolo Scavino Barolo (dari Italia), dan Penfold Grange (dari Australia), termasuk sederetan wine yang direkomendasikan sebagai wine berkualitas menurut pandangan Yohan Handoyo.

Menikmati Wine
Konsumsi wine di Indonesia hanya ada pada kalangan tertentu. Dengan nila ipajak 300%, wine masih jadi barang eksklusif di Indonesia. Tapi urusan harga ini dipandang relatif.

Wine biasanya disuguhkan pada konsep makan yang fine dining. Sebab menurut tradisi Eropa, wine menjadi minuman pengantar dalam jamuan makar resmi. Perkembangan yang terjadi di Indonesia, hanya segelintir orang yang tertarik dengan berbagai hal dibalik pesona wine. Selebihnya hanya sebatas penikmat wine dalam kebutuhannya untuk bersosialisasi.

Di Indonesia sudah ada beberapa komunitas/ sekumpulan orang yang tertarik untuk belajar lebih banyak tentang wine. Wine Spirit Circle komunitas penikmat yang kebanyakan terdiri dari bule-bule (istilahnya: expatriate). Lalu Indonesian Wine and Food Society yang dikelola oleh William Wongso. Sedangkan dalam Klub Wine dan Jalansutra WINExperience, terdiri dari orang Indonesia yang masih terhitung pemula. Untuk mereka yang ingin lebih fokus pada tinjauan education-nya, bisa memilih Jalansutra WINExperience.

Untuk urusan menikmati wine, paling tidak kita harus bisa memilah jenis wine, bentuk gelas yang dipakai, suhu penyajian, dan keserasian antara menu makanan utama yang disajikan dan jenis wine yang dipilih. Seperti ada aturan tidak tertulis, bahwa jika ingin menikmati white wine, maka menu makanan yang dipilih lebih baik adalah menu-menu white meat seperti seafood atau daging ayam. Sedangkan red wine, lebih cocok untuk dinikmati dengan menu-menu dari daging sapi (red meat).

Yang seringkali terlibat dalam acara dinner wine di beberapa tempat, memberikan komentar, "lya. red wine untuk red meat, dan white wine untuk white meat, itu adalah pendekatan yang paling aman." Secara natural, cara menikmati wine bisa sama saja dengan bagaimana cara kita menikmati minuman yang lain. Buka botolnya, tuangkan ke dalam gelas, lalu diminum. Untuk wine, ada yang tidak biasa. Mengingat wine memiliki proses aging dan fermentasi, dan dikemas dalam botol bertutup cork, maka cara menyikapinya pun dibuat berbeda.

Dimulai dari desain bentuk gelas yang dipakai. Untuk red wine, dipakai jenis oberglass medium (gelas sloki dengan badan gelas yang cembung membulat seperti buah pir) . Sedangkan untuk white wine, lebih sering memakai sweizzel glass (medium dan small) yang bentuknya lebih bulat dengan kaki sloki yang lebih panjang dari pada oberglass. Untuk champaigne, memakai champaigne glass yang bentuknya sama-sama gelas sloki dengan kaki dan bentuk yang lebih ramping dan tinggi.

Pemilihan desain gelas ini erat hubungannya dengan kemampuannya untuk mengangkat aroma dan mempertahankan cita rasa wine yang dituangkan ke dalamnya.

"Kita putar gelasnya, karena wine di dalam botol ini bisa disebut anaerob, tidak ada oksigennya. Maka ketika wine dituang ke dalam gelasnya, oksigen ini membantu mengangkat aroma-aroma wine. Dan dengan kita putar, maka exposure-nya juga makin luas. Jadi, aromanya tercium keluar," ujar Yohan.

Untuk mendapatkan aroma pertama ini, adalah dengan cara memutar gelas (istilahnya: swirl). Karena wine punya banyak jenis, maka untuk mengetahui kualitaskualitas wine dengan karakfer yang kompleks itu adalah dengan mencicipinya tidak hanya dari rasa, tapi juga dari aroma/ wangi wine yang akan kita minum.

Sedangkan tentang standar penyajian wine, Yohan mengatakan, "Kalau di restoran itu ada prosedur, kita bisa cicipi dulu wine-nya. Misalnya appetizer dulu, biasanya menu salad, daging ayam, atau seafood, itu untuk white wine. Kalau misalnya kita mau main course, dengan fine dining ala Itali, main course-nya ada dua kali: primo dan secondo. Main course yang dibuat dari daging merah, bisa untuk minum red wine. Ketika desert time, sweet wine yang dihidang. Untuk clossing, bisa saja fourtyfive wine yang dibuka. Jadi setelah itu, kita bisa minum kopi dan cerutu."

Mungkin akan ada 1001 cara dan alasan untuk menikmati wine. Yohan Handoyo memberikan tips, "Eat what you like, with the wine that you like, with the friend that you like. It's all about fine tunning! Trust me!"

Majalah resto

No comments: